Yayasan Pendidikan Islam dan Sosial Al Badr


Kiat kiat dalam menghafal Al Qur’an

مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ وَحَفِظَهُ أَدْخَلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ وَشَفَّعَهُ فِي عَشَرَةٍ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ كُلُّهُمْ قَدْ اسْتَوْجَبُوا النَّارَ

“Barangsiapa membaca Alquran dan menghafalkannya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga serta akan memberi syafaat kepada sepuluh dari keluarganya yang seharusnya masuk neraka.”

HR. Ibnu Majah

Menghafal Al Qur’an adalah pekerjaan mulia yang memerlukan konsentrasi serta keteguhan hati.

 

Konsentrasi adalah kesiapan, baik dari segi kesiapan waktu maupun kesiapan jasmani serta kesiapan rohani penghafal nya.
Seseorang yang mengerjakan suatu amalan dengan bekal pemahaman ilmu jauh lebih utama daripada seseorang yang beramal, dalam hal ini menghafal Al Qur’an dengan tanpa berbekal ilmu.

Kesiapan waktu

Waktu yang dipersiapkan hendaknya adalah waktu khusus yang memang dialokasikan dan dipersiapkan khusus untuk menghafal Al Qur’an, bukan waktu luang yang merupakan waktu waktu yang luang di sela sela aktifitas rutin.

Kesiapan waktu dalam menghafal, dan menyetorkan hafalan meski pun terpisah dengan tempat dan waktu

Kesiapan jasmani

Kesiapan jasmani adalah kekuatan fisik, dan kesehatan sebagai sumber energi utama untuk menghafal Al Qur’an.
Kesiapan jasmani meliputi persiapan asupan gizi yang dianjurkan untuk dikonsumsi sebelum kegiatan menghafal Al Qur’an dikerjakan.
Menghafal Al Qur’an adalah pekerjaan yang erat berkaitan dengan aktifitas otak sebagai motor utama bagi seorang penghafal Al Qur’an untuk dapat memperoleh hafalan Al Qur’an yang baik dan mutqien.

Kesiapan rohani

Sedangkan kesiapan rohani adalah keikhlasan yang timbul dari dalam hati, bahwasanya seorang penghafal Al Qur’an memang sengaja menghafal Al Qur’an sebagai bagian dari ibadah kepada Allah, lillahita’alaa mengharapkan ridho Allah, bukan mengharapkan ketenaran, pujian, dan pengakuan dari manusia.

Di antara persiapan rohani lainnya adalah kesediaan seorang penghafal Al Qur’an untuk senantiasa mentazkiysh, menjaga kesucian hati nya dengan menghindari perbuatan perbuatan dosa dan perbuatan sia sia. Oleh karena perbuatan dosa merupakan penghalang keberhasilan seorang penghafal Al Qur’an dalam kesuksesan memperoleh hafalan Al Qur’an nya.

Keteguhan hati

Setelah seorang penghafal Al Qur’an menyiapkan segala keperluan keperluan nya, hendaknya ia mempersiapkan pula keteguhan hatinya.

Dalam bahasa sehari-hari, keteguhan hati ini bisa disebut dengan keistiqomahan.
Seorang penghafal Al Qur’an harus tetap menjaga semangat hatinya untuk terus menghafal Al Qur’an, meskipun terkadang bisa saja ia digoda oleh rasa malas dan kejenuhan.
Dengan tekad yang kuat dan kesabaran, seorang penghafal Al Qur’an diharapkan dapat menjaga konsistensi nya untuk terus menghafal Al Qur’an hingga selesai.

Keistiqomahan dalam menghafal Al Qur’an dapat dijaga apabila ia bergaul bersama sama dengan para penghafal Al Qur’an.
Kebersamaan akan menumbuhkan rasa senang dan rasa ringan di hati.
Dengan kebersamaan, seorang penghafal Al Qur’an dapat memberikan dorongan motivasi dan saling memberikan nasihat kepada sesama penghafal Al Qur’an.

Yang tidak kalah pentingnya dalam menjaga konsistensi atau keistiqomahan dalam menghafal Al Qur’an adalah menjaga orientasi hati seorang penghafal Al Qur’an dalam menghafal Al Qur’an.

Bisa jadi, di awal awal waktu ketika ia menghafalkan Al Qur’an, niat yang dihadirkan nya adalah niat yang ikhlas lillahita’alaa semata mata.
Akan tetapi sesungguhnya keadaan hati manusia itu dapat berubah ubah, dan berbolak balik di setiap waktu nya.
Sehingga alangkah meruginya keadaan seorang penghafal Al Qur’an yang rela mempertaruhkan hitungan pahala dan keutamaan keutamaan yang sudah dijanjikan Allah Subhanahu wa Ta’alaa kepada nya dengan sekelumit kenikmatan dunia yang diinginkannya, baik berupa hadiah hadiah, pujian, sanjungan, dan ketenaran.

Berilmu sebelum beramal

Dari Abu Umamah al-Bahili radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda :

اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لأَصْحَابِهِ

“Rajinlah membaca Alquran, karena dia akan menjadi syafaat bagi penghafalnya di hari kiamat.”

HR. Muslim no.1910

Memahami ilmu dan wawasan dalam beramal, dalam hal ini menghafal Al Qur’an harus lebih diutamakan sebelum menghafal Al Qur’an ia kerjakan hingga selesai.

Sebagai sebuah ikhtiar yang paripurna, hendaknya seorang penghafal Al Qur’an senantiasa menyandarkan usahanya tersebut kepada Allah saja dengan berdoa dan memohon pertolongan kepada Nya, agar pekerjaan menghafal Al Qur’an bisa diselesaikan dengan baik.
Mu’adz bin Jabal radhiyallaahu ‘anhu berkata:

الْعِلْمُ إمَامُ الْعَمَلِ وَالْعَمَلُ تَابِعُهُ

“Ilmu adalah pemimpin amal, dan amal adalah pengikut ilmu”

(Dari kitab al-Amru bil Ma’ruf wan nahyu anil munkar karya Ibnu Taimiyyah halaman 15).

Umar bin Abdil Aziz rahimahullah berkata :

مَنْ عَبَدَ اللَّهَ بِغَيْرِ عِلْمٍ كَانَ مَا يُفْسِدُ أَكْثَرَ مِمَّا يُصْلِح

“Barangsiapa yang beribadah kepada Allah tanpa ilmu, maka ia lebih banyak merusak dibandingkan memperbaiki”

(Dari kitab Majmu’ Fataawa Ibn Taimiyyah: 2/383).

Ilmu Menyebabkan Amal yang Sedikit Menjadi Barakah

Abud Darda’ radhiyallaahu ‘anhu berkata :

يا حبذا نوم الأكياس وإفطارهم كيف يعيبون سهر الحمقى وصيامهم ومثقال ذرة من بر صاحب تقوى ويقين أعظم وأفضل وأرجح من أمثال الجبال من عبادة المغترين

“Duhai seandainya (kita dapatkan) tidur dan makan minumnya orang berilmu. Bagaimana bisa orang terperdaya dengan terjaganya (dalam sholat) dan puasanya orang yang bodoh. Sungguh kebaikan sebesar biji dzarrah dari orang yang bertaqwa dan yakin (berilmu) lebih agung, lebih utama, dan lebih berat timbangannya dibandingkan amalan sebesar gunung dari orang yang tertipu (orang bodoh)”

(Hilyatul Awliyaa’ juz 1 halaman 211).

Translate »
Open chat
Assalamualaikaum warhamatullah..
Untuk mendapatkan informasi lebih lengkap, silahkan menghubungi admin.